lena



Setangkai anyelir tumbuh di halaman belakang rumah seorang nenek yang hidup sebatang kara. Anyelir itu cantik dengan rona-ronanya yang beragam. Tapi ia sangat membenci hujan. Baginya, hujan sama dengan malapetaka. Pokoknya ia benci kalau hujan turun ke bumi.

Berbeda kalau dengan matahari, ia sangat mencintai matahari. Ia membutuhkan matahari untuk kelangsungan hidupnya. Yang ia lakukan setiap hari adalah berjemur dan berjemur. Makanya, ia kesal kalau hujan turun lalu mengacaukan acara berjemurnya di bawah paparan sinar matahari yang hangat.

Kemudian, seolah-olah mengabulkan permintaan sang bunga, semesta tidak lagi menurunkan hujan di halaman itu.

Awalnya, bunga Anyelir merasa baik-baik saja. Ia senang karena hujan sudah tidak menampakkan diri. Namun, lama-kelamaan, ia merasa tubuhnya semakin rapuh hari demi hari. Layu dan mengering.

Anyelir terdiam dan tersadar, bahwa selama ini ia telah salah berpikir kalau kedatangan hujan adalah bencana. Nyatanya, ia adalah tumbuhan, yang bukan hanya membutuhkan matahari, tetapi juga membutuhkan hujan, air. Di penghujung napasnya, bunga Anyelir berkata,

“Maafkan aku, hujan. Ternyata, aku sangat membutuhkanmu."

Hujan mendengarnya dari atas sana, namun ia terlalu kecewa karena Bunga Anyelir itu telah menyia-nyiakan kehadirannya dulu. Dan hujan memutuskan untuk tidak pernah menampakkan diri lagi sejak saat itu. Untuk selamanya.

-r.queen

Komentar

Postingan Populer