teruntuk, tuan kelana.
selamat malam, tuan kelana.
apakah cantik malammu?
apakah sejuk pagimu?
bagaimana dengan saat senja?
kuharap semua berjalan baik sebagaimana doaku yang mengiringimu setiap harinya.
masih basahkah luka di hatimu?
lukaku masih. entah apakah akan mengering atau malah meluas.
apakah masih ada secuil ingatan tentangku di sudut kepalamu?
tentu kalau di kepalaku masih saja isinya namamu, namamu, dan namamu.
bagaimana caramu mengendalikan rindu?
jujur saja aku telah kehabisan akal untuk menghadapi kedatangannya.
kau sudah tidak menyayangiku lagi, ya?
karena sikapmu benar-benar sudah seperti angin di musim penghujan. dingin. membuat siapa saja yang terkena membeku.
ah, tentu saja begitu. apa yang bisa kuharapkan?
aku telah menyia-nyiakanmu.
aku telah melukaimu.
bisaku memang menyakitimu saja, bukan?
sekarang giliranku yang menerima hukuman.
karena aku sudah tidak bisa lagi buat kau tersenyum.
dan aku juga yang menjadi penyebab perginya senyum manis dari bibirmu.
dan aku harus menerima apabila yang kau beri padaku adalah tatapan sedingin es di kutub utara sana.
tolong maafkan semua kebodohan yang telah kuperbuat. yang lalu dan yang baru.
tolong maafkan aku karena aku merindukan kita. setiap hari.
tolong maafkan aku kalau ternyata rasa sayangku masih buatmu. selalu.
sudah tidak akan ada lagi kebab dan susu jahe yang akan kita beli berdua.
sudah tidak akan ada lagi genggaman hangat tanganmu pada jemariku.
sudah tidak akan ada lagi pesan suara yang memperdengarkan petikan gitar dan suaramu yang merdu.
sudah tidak akan ada lagi obrolan tidak jelas dan tawa renyah yang kita bagi.
yang jelas sudah tidak akan ada lagi, kita.
apakah sejuk pagimu?
bagaimana dengan saat senja?
kuharap semua berjalan baik sebagaimana doaku yang mengiringimu setiap harinya.
masih basahkah luka di hatimu?
lukaku masih. entah apakah akan mengering atau malah meluas.
apakah masih ada secuil ingatan tentangku di sudut kepalamu?
tentu kalau di kepalaku masih saja isinya namamu, namamu, dan namamu.
bagaimana caramu mengendalikan rindu?
jujur saja aku telah kehabisan akal untuk menghadapi kedatangannya.
kau sudah tidak menyayangiku lagi, ya?
karena sikapmu benar-benar sudah seperti angin di musim penghujan. dingin. membuat siapa saja yang terkena membeku.
ah, tentu saja begitu. apa yang bisa kuharapkan?
aku telah menyia-nyiakanmu.
aku telah melukaimu.
bisaku memang menyakitimu saja, bukan?
sekarang giliranku yang menerima hukuman.
karena aku sudah tidak bisa lagi buat kau tersenyum.
dan aku juga yang menjadi penyebab perginya senyum manis dari bibirmu.
dan aku harus menerima apabila yang kau beri padaku adalah tatapan sedingin es di kutub utara sana.
tolong maafkan semua kebodohan yang telah kuperbuat. yang lalu dan yang baru.
tolong maafkan aku karena aku merindukan kita. setiap hari.
tolong maafkan aku kalau ternyata rasa sayangku masih buatmu. selalu.
sudah tidak akan ada lagi kebab dan susu jahe yang akan kita beli berdua.
sudah tidak akan ada lagi genggaman hangat tanganmu pada jemariku.
sudah tidak akan ada lagi pesan suara yang memperdengarkan petikan gitar dan suaramu yang merdu.
sudah tidak akan ada lagi obrolan tidak jelas dan tawa renyah yang kita bagi.
yang jelas sudah tidak akan ada lagi, kita.
Komentar
Posting Komentar